Alasan Pembubaran Konstituante 1959: Penjelasan Lengkap

by ADMIN 56 views
Iklan Headers

Pembubaran Konstituante pada tahun 1959 menjadi salah satu momen penting dalam sejarah politik Indonesia. Keputusan ini menandai berakhirnya era demokrasi liberal dan dimulainya era Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Guys, pernahkah kalian bertanya-tanya mengapa peristiwa ini terjadi? Apa sebenarnya yang melatarbelakangi pembubaran Konstituante? Nah, dalam artikel ini, kita akan mengupas tuntas alasan-alasan di balik keputusan kontroversial ini.

Latar Belakang Terbentuknya Konstituante

Sebelum kita membahas lebih jauh tentang pembubaran Konstituante, penting untuk memahami terlebih dahulu latar belakang terbentuknya lembaga ini. Konstituante dibentuk sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Tujuan utama pembentukan Konstituante adalah untuk menyusun Undang-Undang Dasar (UUD) yang baru, menggantikan UUDS 1950 yang dianggap bersifat sementara. Pemilihan anggota Konstituante dilaksanakan pada tahun 1955, bersamaan dengan pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hasil pemilu menunjukkan bahwa tidak ada satu partai pun yang memperoleh suara mayoritas. Kondisi ini mencerminkan fragmentasi politik yang kuat pada masa itu, di mana berbagai partai dengan ideologi yang berbeda saling bersaing untuk mendapatkan pengaruh.

Konstituante mulai bersidang pada tanggal 10 November 1956 di Bandung. Namun, dalam perjalanannya, lembaga ini mengalami berbagai kendala dan kesulitan. Salah satu masalah utama adalah perdebatan sengit antara kelompok-kelompok yang berbeda ideologi mengenai dasar negara. Kelompok Islam menghendaki Islam sebagai dasar negara, sementara kelompok nasionalis dan kelompok lainnya mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara. Perdebatan ini berlangsung alot dan tidak menemukan titik temu. Selain itu, intervensi dari berbagai kekuatan politik juga turut menghambat kinerja Konstituante. Partai-partai politik saling berebut pengaruh dan berusaha untuk memaksakan kehendak mereka. Akibatnya, Konstituante mengalami stagnasi dan tidak mampu menghasilkan UUD yang baru.

Kegagalan Konstituante dalam Menyusun UUD Baru

Salah satu alasan utama mengapa pemerintah membubarkan Konstituante adalah kegagalan lembaga ini dalam menyusun UUD yang baru. Meskipun telah bersidang selama hampir tiga tahun, Konstituante tidak mampu menghasilkan kesepakatan mengenai dasar negara dan isi UUD. Perdebatan yang berkepanjangan antara kelompok Islam dan kelompok nasionalis menjadi penyebab utama kegagalan ini. Kelompok Islam, yang terdiri dari partai-partai seperti Masyumi dan NU, menghendaki Islam sebagai dasar negara. Mereka berpendapat bahwa Islam adalah agama mayoritas di Indonesia dan seharusnya menjadi landasan bagi negara. Di sisi lain, kelompok nasionalis, yang terdiri dari partai-partai seperti PNI dan PKI, mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara. Mereka berpendapat bahwa Pancasila adalah ideologi yang inklusif dan dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia yang beragam.

Perdebatan mengenai dasar negara ini berlangsung sangat intens dan seringkali diwarnai dengan perbedaan pendapat yang tajam. Berbagai upaya kompromi telah dilakukan, namun tidak membuahkan hasil. Akibatnya, Konstituante mengalami kebuntuan dan tidak dapat melanjutkan pembahasan mengenai isi UUD. Kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD baru menimbulkan kekecewaan di kalangan masyarakat dan pemerintah. Banyak pihak menilai bahwa Konstituante telah gagal menjalankan tugasnya dan tidak mampu mengatasi perbedaan ideologi yang ada.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisi tiga pokok penting, yaitu:

  1. Pembubaran Konstituante.
  2. Berlakunya kembali UUD 1945.
  3. Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.

Dekrit Presiden ini menjadi titik balik dalam sejarah politik Indonesia. Dengan dikeluarkannya dekrit ini, era demokrasi liberal berakhir dan digantikan dengan era Demokrasi Terpimpin. Keputusan Presiden Soekarno untuk membubarkan Konstituante tidak lepas dari situasi politik yang semakin memanas pada saat itu. Kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD baru, ditambah dengan ancaman disintegrasi bangsa akibat pemberontakan di berbagai daerah, mendorong Presiden Soekarno untuk mengambil tindakan tegas.

Alasan-Alasan di Balik Pembubaran Konstituante

Ada beberapa alasan utama yang melatarbelakangi keputusan Presiden Soekarno untuk membubarkan Konstituante, di antaranya:

  1. Kegagalan Konstituante Menyusun UUD Baru: Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD baru menjadi alasan utama pembubaran lembaga ini. Perdebatan ideologis yang berkepanjangan dan tidak adanya kompromi antara kelompok-kelompok yang berbeda pandangan menyebabkan Konstituante mengalami stagnasi.
  2. Situasi Politik yang Tidak Stabil: Pada pertengahan tahun 1950-an, Indonesia mengalami instabilitas politik yang parah. Pemberontakan-pemberontakan seperti PRRI dan Permesta mengancam keutuhan negara. Kondisi ini diperparah dengan konflik antarpartai politik yang semakin tajam. Presiden Soekarno menilai bahwa situasi politik yang tidak stabil ini dapat membahayakan kelangsungan negara.
  3. Desakan dari TNI: Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga mendesak Presiden Soekarno untuk mengambil tindakan tegas terhadap Konstituante. TNI khawatir bahwa perpecahan politik yang terjadi di Konstituante dapat melemahkan kekuatan negara dan mempermudah masuknya pengaruh asing. TNI juga menawarkan konsep "Demokrasi Terpimpin" sebagai solusi untuk mengatasi krisis politik yang sedang terjadi.
  4. Keinginan Kembali ke UUD 1945: Presiden Soekarno sejak awal memang menginginkan Indonesia kembali menggunakan UUD 1945. Ia menilai bahwa UUD 1945 lebih sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia dan dapat menjadi landasan yang kuat bagi pembangunan negara. Dengan membubarkan Konstituante, Presiden Soekarno membuka jalan untuk kembali memberlakukan UUD 1945.

Dampak Pembubaran Konstituante

Pembubaran Konstituante memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan politik Indonesia. Dampak-dampak tersebut antara lain:

  1. Berakhirnya Era Demokrasi Liberal: Pembubaran Konstituante menandai berakhirnya era demokrasi liberal di Indonesia. Sistem parlementer yang berlaku pada masa itu digantikan dengan sistem Demokrasi Terpimpin yang lebih sentralistik. Kekuasaan Presiden Soekarno menjadi sangat besar dan dominan dalam pemerintahan.
  2. Berlakunya Kembali UUD 1945: Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku sebagai konstitusi negara. Namun, dalam praktiknya, UUD 1945 mengalami interpretasi yang berbeda dari yang dimaksudkan oleh para pendiri bangsa. Kekuasaan presiden semakin besar dan lembaga-lembaga negara lainnya cenderung berada di bawah kendali presiden.
  3. Munculnya Demokrasi Terpimpin: Demokrasi Terpimpin adalah sistem politik yang menekankan pada peran pemimpin dalam mengarahkan jalannya negara. Dalam sistem ini, Presiden Soekarno memiliki kekuasaan yang sangat besar dan dapat mengambil keputusan tanpa harus berkonsultasi dengan lembaga-lembaga negara lainnya. Demokrasi Terpimpin juga ditandai dengan pembatasan terhadap kebebasan berpendapat dan berorganisasi.
  4. Polarisasi Politik: Pembubaran Konstituante dan penerapan Demokrasi Terpimpin menyebabkan polarisasi politik yang semakin tajam di Indonesia. Kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan kebijakan Presiden Soekarno merasa terpinggirkan dan tidak memiliki ruang untuk menyalurkan aspirasi mereka. Kondisi ini pada akhirnya memicu konflik-konflik politik yang berkepanjangan.

Kontroversi Pembubaran Konstituante

Keputusan Presiden Soekarno untuk membubarkan Konstituante hingga saat ini masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan ahli politik. Ada yang berpendapat bahwa keputusan tersebut merupakan langkah yang tepat untuk mengatasi krisis politik yang sedang terjadi. Namun, ada juga yang menilai bahwa pembubaran Konstituante merupakan tindakan otoriter yang mengkhianati semangat demokrasi.

Mereka yang mendukung pembubaran Konstituante berargumen bahwa lembaga tersebut telah gagal menjalankan tugasnya dan justru menjadi sumber perpecahan bangsa. Mereka juga berpendapat bahwa situasi politik yang tidak stabil pada saat itu memaksa Presiden Soekarno untuk mengambil tindakan tegas demi menyelamatkan negara.

Sementara itu, mereka yang mengkritik pembubaran Konstituante berpendapat bahwa keputusan tersebut merupakan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip demokrasi. Mereka menilai bahwa Presiden Soekarno telah bertindak sewenang-wenang dan mengabaikan suara rakyat yang telah memilih anggota Konstituante. Mereka juga berpendapat bahwa pembubaran Konstituante telah membuka jalan bagi munculnya rezim otoriter di bawah kepemimpinan Soekarno.

Kesimpulan

Pembubaran Konstituante pada tahun 1959 merupakan peristiwa penting yang menandai perubahan besar dalam sejarah politik Indonesia. Kegagalan Konstituante dalam menyusun UUD baru, situasi politik yang tidak stabil, desakan dari TNI, dan keinginan kembali ke UUD 1945 menjadi faktor-faktor utama yang melatarbelakangi keputusan ini. Pembubaran Konstituante mengakhiri era demokrasi liberal dan membuka jalan bagi penerapan Demokrasi Terpimpin di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno.

So, guys, semoga penjelasan ini bisa memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai mengapa pemerintah membubarkan Konstituante pada tahun 1959. Peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita semua tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta mencari solusi kompromi dalam menghadapi perbedaan ideologi. Mari kita terus belajar dari sejarah agar tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan!